Coretan pena

Rabu, 03 Juni 2015

Manisan kana untuk ayah

                                                                                                    Oleh : Lisa Tjut Ali




Dulunya ini adalah salah satu snack kegemaran saya dan ayah. Bukan permen dan juga bukan kue ringan tapi sejenis buah-buahan khas cina yang dibuat seperti manisan. Tak ada merek dibungkusannya, hanya ada tulisan cina yang sampai sekarang tidak saya ketahui artinya apa. Namun dikalangan masyarakat terkenal dengan nama manisan buah kana. Satu bungkus terdiri dari 3 butir buah manisan. Waktu saya masih kanak-kanak, ayah selalu membelikannya untuk saya. Dulu manisan ini banyak terdapat di toko-toko peunayong. Saya menyukai snack ini, selain rasanya yang seperti permen nano (asam, manis, asin), bungkusannya juga sangat menarik yaitu warna-warni. Terakhir ayah membeli manisan ini ketika saya kelas 3 smp. Setelah itu manisan ini menjadi langka di Aceh. 

Beberapa bulan yang lalu, saat jalan-jalan di Kuala Lumpur, saya menemukan snack ini. Seperti menemukan sebongkah emas, bahagianya tak terkira, saya pun membelikannya untuk kejutan buat ayah. Saya yakin ayah pasti terharu karena sudah bertahun-tahun tidak menikmati manisan ini lagi.


 
Manisan buah kana


Saat berkesempatan balik ke Aceh. 

Setelah membagi-bagikan semua oleh-oleh untuk ponakan, saya pun menghampiri ayah untuk menyerahkan sebuah bungkusan yang telah saya bungkus dengan rapi, ayah begitu sangat terkejut ketika membuka bungkusan dan melihat manisan tersebut, ditatapnya manisan tersebut dan saya silih berganti, terlihat jelas matanya berkaca-kaca karena terharu.

“Ayah inilah manisan yang dulu sering ayah belikan waktu saya kecil, sekarang saya membelikannya untuk ayah" ujar saya sambil membuka manisan tersebut dan menyuapkannya ke ayah. Ayah menikmati manisan tersebut sambil menahan keharuan. Saya dan ayah seakan terbawa pada memori saat saya kanak-kanak. Masa dimana saya suka merajuk untuk dibelikan beberapa bungkus manisan agar semua warna saya miliki. 

Ponakan saya yang melihat manisan dan reaksi kami menjadi bingung. Ya tentu saja mereka bingung, karena mereka tidak pernah mengerti tentang memori yang tersimpan dari sebungkus manisan tersebut. Hanya saya dan ayah yang tahu betapa bahagianya saya dan ayah dahulu menikmati manisan tersebut. 

Terima kasih ayah karena telah memberi masa kanak-kanak yang indah untuk saya. Manisan ini menjadi memori yang takkan pernah saya lupa bahwa sesibuk apapun ayah dulunya, selalu meluangkan masa untuk bersama saya.

Pengalaman ini seakan mengajari saya tentang betapa pentingnya waktu dan kebersamaan dengan keluarga terutama anak-anak. Setiap apapun yang  orang tua berikan untuk anak-anak akan menjadi memori yang akan terus dikenang oleh anak disepanjang pendewasaannya. Jika orang tua sentiasa mewarnai masa kecil anak mereka dengan kasih sayang dan perhatian maka memori indah itulah yang akan terbekas dalam ingatannya. Namun sebaliknya jika orang tua sentiasa memperlakukan anak dengan kasar dan keras, maka tak dapat dipungkiri memori masa kecilnya yang kelam akan terus membayanginya hingga dewasa. Tak jarang anak-anak tersebut tumbuh menjadi sosok individu yang keras, kurang ceria dan suka membuli orang lain, karena trauma masa kecilnya yang mendapat kekerasan dari orang tua.


Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw menciumi Al Hasan bin Ali, di hadapan Al Aqra’ bin Habis At Tamimiy yang sedang duduk. Lalu Al Aqra’ berkata: Sesungguhnya aku memiliki sepuluh anak, dan aku belum pernah menciumi seorang pun. Lalu Rasulullah saw memandanginya dan bersabda: “Barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayangi” (HR. Al Bukhari)