Coretan pena

Rabu, 02 April 2014

Saat si kecil bicara politik



                                                                                            Oleh : Lisa Tjut Ali






Ponakan ku...... jika engkau belum mampu memimpin hatimu
 janganlah jadi pemimpin jutaan hati masyarakat



Suatu sore saat lagi duduk santai dengan kakak sulung dan ponakan, tiba-tiba si kecil celoteh tentang caleg dan partai yang dilihatnya di spanduk-spanduk.

" Mimi, bunda, kalau mau gaji guru naik pilih partai dan caleg ini aja (*Sebut nama partai dan caleg)“ ujar si kecil yang berusia 8 tahun.

" Kalau nek ayah pilih partai ini (*Sebut nama partai dan caleg lagi), karena partai ini kasih bibit, cangkul, pupuk, kan nek ayah suka ke gunung “ celoteh si kecil berusia 10 tahun.
Saya dan kakak saling memandang dan tersenyum nyengir lihat ponakan yang ngomong politik.

" Memangnya kakak Ulfa dan ulya tahu darimana tentang caleg dan partai itu “ tanya saya penasaran.

" Kemarin itu baca di spanduk-spanduk yang di tempel di pohon, jalan, dan WC trus diumumkan melalui mobil-mobil yang lewat " ujar mereka polos.

Hmmmm si kecil saja sudah bisa memilih partai dan caleg mana yang membawa inspirasi mereka, saya juga yakin masyarakat sekarang juga sudah bisa menilai partai dan caleg mana yang sesuai memikul inspirasi masyarakat.

Itu caleg dan partai berdasarkan pandangan si kecil.
Lalu bagaimana pandangan teman-teman ?

Hmmmm saya jadi ingat masa sekolah dulu, ketika cekgu tanya siapa yang mau jadi ketua kelas, semua tertunduk, tak ada seorang pun yang mau menunjukkan tangan mengatakan dirinya mampu memimpin kelas, padahal saat itu ada beberapa teman memang layak untuk memimpin kelas, namun mereka hanya mau menjadi pemimpin berdasarkan penilaian teman-teman bukan karena ambisi, walaupun mampu, teman-teman begitu malu menonjolkan diri bahwa mereka mampu, biasanya setelah cekgu dan teman-teman yang lain tunjuk, baru mereka mau menjadi ketua kelas, tapi realita sekarang justru terbalik, banyak sekali orang tanpa malu-malu mempromosikan diri untuk jadi pemimpin, walaupun banyak yang tak layak memimpin, pohon-pohon, jalan-jalan serta fasilitas umum pun dijadikan tempat promosi mereka.

Jadi kalau saya disuruh memilih saya tidak akan memilih calon pemimpin yang sangat menginginkan jabatannya, sementara kemampuannya untuk memimpin tidak ada. Intinya bagi orang yang layak memimpin namun tidak berambisi untuk kedudukan, ia akan merasa bahwa jabatan itu sebuah amanah dan tanggung jawab yang besar untuk dipikul, ia akan selalu merasa tidak layak dan tidak mampu berbuat adil pada masyarakat, ia akan merasa tidak layak untuk jabatan, kecuali memang masyarakat mempercayai dan memilihnya.

         Sekarang coba lihat hampir semua orang merasa diri mampu menjadi pemimpin, semua seakan ingin jadi pemimpin dan terdepan. Sebelum ingin menjadi pemimpin tanyakan diri kita, apakah kita layak untuk menjadi pemimpin jutaan orang? apakah kita sudah mampu memimpin hati kita? apakah kita sudah mampu memimpin keluarga kita? kalau hati kita sendiri belum mampu kita pimpin lalu siapa kita, sehingga tanpa malu berkoar-koar untuk dipilih menjadi pemimpin jutaan hati masyarakat.

Rasululloh SAW juga menyatakan agar tidak memilih seseorang menjadi pemimpin kepada orang yang meminta dan berambisi untuk mendapatkannya.

“Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari r.a, ia berkata, “Aku dan dua orang dari kaumku datang menghadap Nabi saw. Salah seorang mereka berkata, ‘Ya Rasululloh SAW angkatlah kami sebagai pejabatmu.’ Satu orang lagi juga mengatakan perkataan yang sama. Lalu Rasululloh SAW bersabda, ‘Kami tidak akan memberikan jabatan pemerintahan ini kepada orang yang meminta dan berambisi untuk mendapatkannya’,” (HR Bukhari [7149] dan Muslim [1733]).

“Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Samurah r.a, ia berkata, “Rasululloh SAW bersabda kepadaku, ‘Wahai Abdurrahman, janganlah engkau meminta jabatan pemerintahan, sebab apabila engkau diberi jabatan itu karena engkau memintanya maka jabatan tersebut sepenuhnya dibebankan kepadamu. Namun apabila jabatan tersebut diberikan bukan karena permintaanmu maka engkau akan dibantu dalam melaksanakannya’,” (HR Bukhari [7147] dan Muslim [16522]).


 “Kami tidak menyerahkan kepemimpinan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula kepada orang yang berambisi untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari no. 7149 dan Muslim no. 1733)







 (* Catatan dan renungan untuk diri sendiri agar tidak salah dalam memilih. 
  Di antara banyak calon pemimpin, pilih lah pemimpin yang layak untuk memimpin