Oleh : Lisa Tjut Ali
Miris rasanya jika
mendengar pendapat orang-orang yang mengatakan rugi sekolah tinggi-tinggi bagi
wanita, kalau akhirnya menjadi ibu rumah tangga yang jadi pilihan terakhirnya. Dulu awalnya saya juga pernah
berpikir seperti itu, sangat rugi rasanya kalau sekolah tinggi-tinggi lalu
akhirnya hanya jadi pengangguran di rumah, ilmu yang dicari selama di bangku
kuliah seakan terbuang percuma.
Saat itu saya beranggapan, kalau hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga, tanpa sekolah juga bisa masak, menyuci dan mengurus rumah, jadi buat apa sekolah tinggi-tinggi akhirnya jadi penganguran di rumah.
Bahkan saya pernah merasa sedih sekali, ketika lelah menghabiskan hari di bangku kuliah, lalu tiba-tiba harus membuat pilihan meninggalkan karir dan ikut mendampingi suami merantau. Di rantau saya hanya jadi ibu rumah tangga alias pengacara (penganguran banyak acara), tugas saya kemana suami pergi ikut mendampingi.
Saat itu saya beranggapan, kalau hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga, tanpa sekolah juga bisa masak, menyuci dan mengurus rumah, jadi buat apa sekolah tinggi-tinggi akhirnya jadi penganguran di rumah.
Bahkan saya pernah merasa sedih sekali, ketika lelah menghabiskan hari di bangku kuliah, lalu tiba-tiba harus membuat pilihan meninggalkan karir dan ikut mendampingi suami merantau. Di rantau saya hanya jadi ibu rumah tangga alias pengacara (penganguran banyak acara), tugas saya kemana suami pergi ikut mendampingi.
Kini, Seiring dengan berkembangnya waktu,
pemikiran saya menjadi berbeda, apalagi setelah merasakan pengalaman menjadi
ibu rumah tangga selama 8 tahun.
Mengangur?
Siapa bilang ibu rumah
tangga mengangur, di rumah seorang ibu rumah tangga malah melakukan banyak
aktifitas. Memasak, membereskan rumah dan melayani
suami juga termasuk bekerja. Bekerja ala ibu rumah tangga. Bekerja yang kantornya di rumah dan tanpa di bayar.
Rugi ilmu selama di bangku studi?
Selama ini kita sering
menyepelekan pekerjaan ibu rumah tangga, seolah-olah melakukan rutinitas rumah
tangga tidak perlu ilmu, padahal justru pekerjaan ibu rumah tangga yang perlu
menguasai banyak ilmu. Ilmu
dibangku kuliah itu tidak pernah rugi meski seorang wanita tidak
bekerja kantoran, karena ilmu di bangku kuliah itu sangat berguna untuk
bekal wanita dalam
mengelola rumah tangga. Mungkin kalau
seorang pekerja di kantor keuangan, tentu saja kerjanya hanya mengurus masalah keuangan. Begitu juga kalau seorang pekerja di bidang kesehatan, pasti ruang lingkup kerjanya berhubungan dengan medis. Namun bagi ibu rumah tangga, tentu saja banyak hal yang harus dilakukannya.
Seorang
ibu bukan saja mengurus keuangan keluarga, bahkan
kesehatan dan permasalahan dalam keluarga harus ditanganinya. Untuk mengurus
semua itu tentu saja seorang ibu rumah tangga perlu ilmu yang banyak, tidak cukup hanya ilmu
ekonomi.
Pengalaman saya
pribadi, sehari -hari saja saya harus mengelola uang belanja bulanan pemberian
suami, saya harus mengatur Anggaran Pendapatan Belanja Keluarga (APBK) agar
dengan pendapatan yang papasan dapat menampung semua kebutuhan (tentu saja ilmu
ekonomi saat saya kuliah dulu sangat diperlukan untuk tugas ini). Saya juga harus memasak,
menjaga dan mengontrol makanan apa yang boleh dan yang tidak boleh di konsumsi
suami sesuai dengan riwayat penyakit yang dialami suami ( tentu saja dalam hal
ini setidaknya saya memerlukan sedikit ilmu kedokteran agar dapat menyajikan makanan yang
sehat untuk keluarga).
Bagi yang mempunyai anak, kepintaran si ibu pula dapat digunakan untuk membimbing anak-anaknya saat belajar, seperti membantu anak-anak buat PR matematik, agama, IPA, IPS, dll. Bahkan kadangkala ibu rumah tangga juga berperan sebagai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang menyelidiki sumber pendapatan suami, apakah ada yang berasal dari sumber yang tidak jelas alias korupsi. Ibu rumah tangga juga berperan sebagai MUI (Majelis Ulama Indonesia) atau badan POM (badan pengawas obat dan makanan) yang bertugas menyeleksi komposisi halal atau tidak setiap makanan yang dibeli untuk keluarga. Seorang ibu rumah tangga kadang bertindak sebagai MK (Mahkamah Konstitusi) dalam menegakkan keadilan dalam rumah tangga, seperti ketika bertindak adil terhadap anak-anak yang sedang bertikai (tentu saja ilmu hukum sangat perlu dalam hal ini agar si ibu dapat bertindak adil dan bijak dalam bersikap terhadap anak-anak). Belum lagi kalau suami curhat masalah pekerjaan dan studi beliau, tentu saja saya juga harus punya ilmu dan pengalaman yang setaraf dengan beliau agar dapat membantu suami menyelesaikan masalahnya tersebut.
Bagi yang mempunyai anak, kepintaran si ibu pula dapat digunakan untuk membimbing anak-anaknya saat belajar, seperti membantu anak-anak buat PR matematik, agama, IPA, IPS, dll. Bahkan kadangkala ibu rumah tangga juga berperan sebagai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang menyelidiki sumber pendapatan suami, apakah ada yang berasal dari sumber yang tidak jelas alias korupsi. Ibu rumah tangga juga berperan sebagai MUI (Majelis Ulama Indonesia) atau badan POM (badan pengawas obat dan makanan) yang bertugas menyeleksi komposisi halal atau tidak setiap makanan yang dibeli untuk keluarga. Seorang ibu rumah tangga kadang bertindak sebagai MK (Mahkamah Konstitusi) dalam menegakkan keadilan dalam rumah tangga, seperti ketika bertindak adil terhadap anak-anak yang sedang bertikai (tentu saja ilmu hukum sangat perlu dalam hal ini agar si ibu dapat bertindak adil dan bijak dalam bersikap terhadap anak-anak). Belum lagi kalau suami curhat masalah pekerjaan dan studi beliau, tentu saja saya juga harus punya ilmu dan pengalaman yang setaraf dengan beliau agar dapat membantu suami menyelesaikan masalahnya tersebut.
Seperti saat ini, suami saya
sedang menuntut ilmu kejenjang yang lebih tinggi, saya berpikir pemikiran
beliau dulu dengan sekarang pasti berbeda dari segi pengalaman dan wawasan. Tentu
saja saya juga harus menambah ilmu dan wawasan saya agar dapat seiring dengan
pemikiran suami, dengan begitu saya akan
lebih mudah membantu suami dalam mengatasi permasalahannya. Semakin tinggi
pendidikan suami maka permasalahan yang dihadapi pun semakin luas, tentu saja penyelesaain permasalahannya juga
berbeda. Saya berharap dengan melanjutkan pendidikan lagi, ilmu dan pengalaman
saya dapat sehaluan dengan pemikiran dan permasalahan suami.
Jenjang sekolah saja,
semakin tinggi jenjang sekolah maka makin tinggi juga tingkat ilmu guru dan pengajar yang dibutuhkan, misal untuk sekolah dasar (SD), guru atau
pengajar biasanya lulusan D3 atau S1, namun kalau sudah mengajar di tingkat Universitas
maka pengajar atau dosen dituntun lulusan S2 atau S3. Hal ini dilakukan agar
wawasan guru dapat menyeimbangkan
wawasan pelajar. Begitu juga dengan saya dan suami, saya selalu beranggapan kalau saya punya ilmu
dan wawasan, Insyaallah saya dapat membangun wawasan keluarga.
Saya yakin jika perekonomian, pendidikan, kesehatan, keluarga stabil maka secara tidak
langsung menyumbang kepada membaik dan stabilnya perekonomian, pendidikan dan
kesehatan negara. Intinya tidak ada yang rugi dalam
mencari ilmu meskipun tidak berkarir. Ilmu itu bukan saja ada di
sekolah-sekolah tapi juga bisa di
peroleh dari pengalaman-pengalaman.
Saya merasa kurang
tepat jika orang mengatakan dengan sekolah S1, S2, S3 pemikirannya akan semakin
baik dan berkembang, tapi yang lebih
tepat adalah dengan ilmu lah pemikiran seseorang menjadi lebih baik dan
bijaksana. Seseorang yang sekolah S1, S2 dan S3 itu belum tentu berilmu, kalau hanya untuk mengejar selembar
sertifikat, ijazah untuk mendapat titel.
Namun alangkah indahnya kalau kita bisa S1, S2, S3, bisa mendapatkan ilmu, ijazah sekaligus titel.
Jadi bagi ibu rumah tangga yang masih lulusan SMU, S1 atau bahkan yang belum
punya kesempatan sekolah, tidak perlu pesimis merasa diri tidak cerdas. Selama
wanita tersebut punya ilmu dari pengalaman,
Insyaallah ia akan mampu mendidik keluarga dengan baik. Pengalaman
adalah ilmu yang paling berharga untuk di praktekkan.
Saya sangat bersyukur karena
mempunyai keluarga yang berpemikiran terbuka, walau orang tua saya hanya
lulusan sekolah menengah, namun beliau selalu memiliki pandangan dan pengalaman
yang luas dan cara berpikir yang berbeda.
Orang tua selalu
menjadi motivasi untuk saya melanjutkan cita-cita. Mereka tidak pernah berpikir
bahwa seorang wanita yang sekolah tinggi, lalu memilih menjadi ibu rumah tangga
merupakan sebuah kerugian.
Di balik kecerdasan seorang anak ada
seorang ibu yang lebih cerdas
Di balik bijaknya seorang suami ada
seorang istri yang lebih bijak
Dibalik pintarnya seorang pelajar ada
seorang guru yang lebih pintar
(* Catatan dan renungan
waah, memang bener apa yang dikatakan mak lis, terima kasih sudah berbagi ya maak..
BalasHapusterima kasih juga mbak sudah mampir
HapusMak aku aja nyesel gak sekolah :( hiks tapi gak apa2 ilmu itu gak disekolahan aja yang penting kita bbisa nangkep
BalasHapusiya mak hana, ilmu itu bukan saja disekolah tapi juga ada dr pengalaman
HapusRi-Uz Athamir ( mak Rini Uzegan ) maaf ya krn gaptek pesan mak di blog saya terhapus tanpa sengaja, padahal sudah saya balas komentnya. makasih mak sudah berkunjung, sedih pesannya terhapus
BalasHapusGpp Maaak... Sebenernya, menurut saya justru mereka yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga itu lebih pinter, apalagi bagi mereka yang sukses menyandang profesi tersebut, karena pastinya banyak ilmu, ketrampilan dan pengalaman hidup yang mereka dapatkan dan kerennya apa yg mereka pelajari kebanyakan nggak selalu ada di kampus atau di kantor :D
BalasHapusbenar mak, rumah tangga itu sebenarnya sekolah juga ya mak, tempat keluarga praktek semua ilmu, hehheheheheh
Hapusmakasih mak Rini udah mampir dan koment lagi, jadi malu, gara-gara gaptek emak rini terpaksa mampir dan koment dua kali di postingan yang sama
Hapussetuju, Mak. Wkt sy resign byk yg menyanyangkan keputusan sy. Katanya udah sekolah tinggi, pekerjaan bagus malah memilih jd ibu rumah tangga yang kerjanya dasteran sm nonton infotainment.
BalasHapusStlh resign sy gak pernah dasteran (krn gak py hehe) dan tetep gak suka pantengin acara gosip (paling selewat ajah). Dan sy gak merasa ilmu yg sy punya itu sia2
sukses ya mak jadi ibu rumah tangga, dengan ilmu mak yang dulu justru bisa jadi bekal untuk keluarga sekarang
Hapusmenuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, meskipun akhirnya ilmu itu untuk sementara sepertinya tidak cocok dengan kehidupan yang kita jalani, namun ilmu tidak pernah rugi...salah satunya adalah dengan membagi ilmu yang kita miliki kepada sesama...dengan demikian ilmu bisa menjadikan kita sebagai orang yang bermanfaat... salam :-)
BalasHapusilmu yang ada tidak pernah rugi selama kita selalu berbagi, terima kasih sudah mampir disini, salam
Hapushem.. betul itu mbak...
BalasHapussemua wanita bisa menjadi seorang istri dan ibu. tetapi tidak semuanya mengerti dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kemajuan kehidupannya...
makanya ilmunya sanga penting ^_^
Br great housewife :)
makasih ya mbak vera sudah mampir lagi kemari, benar mbak tidak semua orang memahami potensi yang ada dalam dirinya, padahal semua kita di ciptakan Allah mempunyai potensi dan keistimewaan masing-masing
HapusMantabs.
BalasHapusSaya suka iri sama Ibu Rumah Tangga, mereka hebat bisa multitasking dan pastinya bisa melihat tumbuh kembang anak dan membimbingnya jadi anak yang hebat juga. dan pastinya dengan tulisan Mak lisa, Ilmu ga ada ruginya ;)
Saya juga kagum kalau lihat ibu rumah tangga yang sukses dalam membina keluarganya, saya juga pingin seperti mereka, sukses membina hala tuju rumah tangga.
Hapusilmu yang kita dapat pasti berguna kok untuk jadi ibu rumah tangga ya mbak. Aku juga ibu rumah tangga loh
BalasHapusnasib kita sama mbak, jadi ibu rumah tangga
HapusMenjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang paling diimpikan, karena apapun pekerjaannya seorang perempuan tetap kembali ke rumah tangga-nya memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik. Rasa tanggung jawab tersebut tak dapat pernah dilepaskan dari seorang Ibu ...
BalasHapusMenjadi ibu rumah tangga memang suatu hak dan kewajiban wanita, Insyaallah kalau ikhlas akan ada pahala dari Allah.
HapusInza Allah menjadi ibu rumah tangga itu berkah jika ikhlas...Huaaa...jadi feeling gimana gitu kalau meninggalkan rumah terlalu lama untuk bekerja
BalasHapusInsyaallah mbak, semoga saja tugas kita sebagai ibu rumah tangga menjadi ladang pahala untuk kita kelah, Aamiin
HapusMungkin saya termasuk pembangkang, karenaa sudah difasilitasi orang tua untuk sekolah tinggi, tapi memilih untuk segera berumah tangga, hehehe pemikiran saya tidak lumrah ya?
BalasHapuswajar kok mbak, saya dulu juga nikah muda, lagi studi lagi nikah, hehehehe
Hapusyang penting terus belajar, dan belajar ga mesti di bangku sekolah, melalui pengalaman, buku-buku kita juga bisa belajar, yang penting ada guru yang membimbing dan tempat bertanya
Justru saya semakain rajin membaca setelah full jadi ibu rumah tangga.
BalasHapuswah bagus tu mbak hanna, bisa nambah wawasan dan pengalaman
Hapussorry ya menurut saya sih lebih baik keseimbangan antara rumah tangga dan pekerjaan diluar rumah, soalnya dari artikel ini, wanita itu cuma berperan di sektor domestik,bukan publik, naah saya agak kontra nih,bukannya wanita itu seharusnya mengaktualisasikan diri spt, dilingkungan sosial, kalo cuma dirumah aja pemberdayaan diri wanita kurang,perannya ga keliatan dihadapan publik...mohon maaf hanya meluruskan saja,soalnya saya berpikir demikian...Terima Kasih
BalasHapusMaaf ya mbak Dinda karena baru balas sekarang, krn akhir-akhir ini saya kurang update blog, lagi fokus dengan studi. Terima kasih mbak untuk koment dan masukannya, saya setuju dengan pendapat mbak bahwa wanita perlu adanya keseimbangan antara rumah tangga dan pekerjaan diluar rumah, namun kebetulan dalam artikel yang saya bahas ini saya ambil tema (* untuk motivasi) bahwa wanita yang sekolah tinggi lalu memilih menjadi ibu rumah tangga tidaklah sebuah keputusan yang salah, krn ilmunya tetap bermanfaat untuk keluarga. Namun saya tidak pernah mengatakan bahwa wanita yang bersekolah tinggi lalu memilih berkarir itu salah, karena menurut saya apapun pilihan seorang wanita itu, baik berkarir atau tidak selama ia bisa menjalankan kewajibannya dalam rumah tangga dengan baik maka pilihannya itu sudah tepat, apalagi jika ia berkarir dengan dukungan suami.
HapusKebetulan tema yang saya angkat dalam tulisan ini lebih fokus pada perlunya sebuah ilmu, baik itu wanita karir maupun ibu rumah tangga, intinya saya ingin menyampaikan bahwa ilmu itu bukan saja perlu untuk wanita berkarir namun untuk wanita yang memilih jadi ibu rumah tangga juga perlu ilmu dan pendidikan, Jadi tulisan diatas bukan lah sebuah himbauan bahwa wanita harus jadi ibu rumah tangga. tetapi titik fokusnya hanyalah memberi wacana bahwa apupun pilihan kita, baik berkarir atau tidak, ilmu itu perlu, karena saya sendiri juga berkarir di luar rumah yaitu sebagai pendidik. Sekali lagi terima kasih untuk masukannya, dengan masukan ini memberi saya ide untuk menulis tema selanjutnya tentang wanita karir " keseimbangan antara rumah tangga dan pekerjaan diluar rumah"
hmm oke mbak saya juga setuju dengan pendapat mbak,karn secara saya juga seorang perempuan hahah yg masih mahasiswa, sebenarnya semua org harus menuntut ilmu, mau jd wanita karierkan mau jd ibu rumah tangga kah,semuanya perlu pendidikan yang layak. menjadi ibu rumah tangga atau wanita bekerja diluar rumah adalah pilihan,namun semoga pilihan kita bisa dipertanggungjawabkan ..terima kasih
Hapusokelah, saya setuju wanita itu pendidik, perlu ilmu yang setara sama suami, masalahnya kenapa harus didalam rumah??? kesannya seperti merendahkan perempuan yang perjuangannya hanya didalam rumah saja, tidak seperti pahlawan wanita yg mendahului kita
BalasHapusSaya tidak bermaksud merendahkan perempuan melalui tulisan ini, karena saya juga perempuan mbak, hehehehe, Kebetulan tema yang saya angkat dalam tulisan ini lebih fokus pada perlunya sebuah ilmu, baik itu wanita karir maupun ibu rumah tangga, intinya saya ingin menyampaikan bahwa ilmu itu bukan saja perlu untuk wanita berkarir namun untuk wanita yang memilih jadi ibu rumah tangga juga perlu ilmu dan pendidikan, Jadi tulisan diatas bukan lah sebuah himbauan bahwa wanita harus jadi ibu rumah tangga. Tetapi titik fokusnya hanyalah memberi wacana bahwa apupun pilihan kita, baik berkarir atau tidak, ilmu itu perlu, karena saya sendiri juga berkarir di luar rumah yaitu sebagai pendidik.
Hapuskenapa saya memilih wacana ini, karena banyak sekali teman-teman saya yang sudah lulus kuliah merasa menyesal karena tidak berkesempatan berkarir, mereka merasa rugi kuliah kalau tanpa berkarir, padahal walau tanpa berkarir pun, ilmu yang kita cari tidak pernah rugi, karena ilmu itu masih bisa kita gunakan dalam pengelolaan rumah tangga.
Sekali lagi terima kasih untuk masukannya, dengan masukan ini memberi saya ide untuk menulis tema selanjutnya tentang wanita karir " keseimbangan antara rumah tangga dan pekerjaan diluar rumah"
okelah, saya setuju wanita itu pendidik, perlu ilmu yang setara sama suami, masalahnya kenapa harus didalam rumah??? kesannya seperti merendahkan perempuan yang perjuangannya hanya didalam rumah saja, tidak seperti pahlawan wanita yg mendahului kita
BalasHapusterima kasih mbak Dinda
Hapusjawabannya sudah saya utarakan diatas, mudah-mudahan mbak ngerti kenapa saya mengangkat wacana ini, hanyalah semata-mata untuk memotivasi akan perlunya menuntut ilmu baik bagi wanita karir maupun ibu rumah tangga sepenuh masa
sorry ya menurut saya sih lebih baik keseimbangan antara rumah tangga dan pekerjaan diluar rumah, soalnya dari artikel ini, wanita itu cuma berperan di sektor domestik,bukan publik, naah saya agak kontra nih,bukannya wanita itu seharusnya mengaktualisasikan diri spt, dilingkungan sosial, kalo cuma dirumah aja pemberdayaan diri wanita kurang,perannya ga keliatan dihadapan publik...mohon maaf hanya meluruskan saja,soalnya saya berpikir demikian...Terima Kasih
BalasHapusterima kasih mbak, senang hati saya karena mbak koment sampai 4 kali, jangan bosan-bosan kunjung kemari ya mbak
HapusMbak Dinda ( maaf ya saya panggil mbak atau Dinda saja ya, hehehehheeh) tadi saya sudah kunjungan balik ke blog mbak Dinda, tapi saya tidak bisa meninggalkan jejak karena blog mbak tidak ada laman komennya, postingan blog mbak bagus-bagus, ternyata mbak pandai main piano, pingin juga nie lihat mbak main piano
Hapusowwh gpp santai saja mbak, saya juga terbiasa dipanggil mbak krn saya org jawa hehehe
HapusKadang saya galau juga mbak dihadapkan dengan kenyataan bahwa nanti akhirnya harus mengikuti suami dan sementara waktu jadi ibu rumah tangga. Sudah takut bayangan dulu. Padahal di luar sana banyak ibu rumah tangga yang keren-keren. Salam kenal ya mba
BalasHapussalam kenal kembali mbak
HapusSampai sekarang, aku selalu berpendapat kalo ibu rumah tangga itu keren sekali.. Salam bunda bunda..
BalasHapuswaalaikumsalam
Hapusterima kasih nuri
saya seorang ayah muda 28thn dengan balita laki2 berusia -+ 7bulan,setahun menikah. saya bekerja di kota A sebagai karyawan kontrak dan memiliki toko online,saya mengontrak dikota A,namun istri berada di kota B ikut dengan ortunya dan bekerja dikota B juga. Yang menjadi masalah adalah istriku mengejar karir dan studinya.Ia menjadi dosen di PTS kota B dan sekarang sedang S3 dikota A. Ia ke kota A jika ada kuliah saja.
BalasHapusSaya melihat dan merasa istri lebih mementingkan karir dan studinya,sebelum menikah ia memang sering mendapat beasiswa untuk s2 dan s3. mulanya saya setuju asalkan ia bisa bertanggungjawab,namun kini berbeda. Ia sibuk kuliah s3,kursus dan bekerja sebagai dosen.Bahkan anak kami yang berusia 7 bln diberi susu formula dan diasuh pembantu.Saya sendiri tidak tiap hari dirumah,seminggu skali saya pulang menengok anak istri. Istri tidak mau ikut saya di kota A karena alasan pekerjaan sebagai dosen.Jujur antara saya dan istri memang memiliki pendidikan brbeda,istri S3 dan saya hanya D3 dri segi gaji pun istri lebih banyak.
Pernah saya meminta isrti saya untuk ikut saya ke kota A sambil kuliah s3 dan mengelola toko online dan melepaskan pekerjaannya sebagai dosen.Tapi ia menolak alasannya gengsi jika ia lulusan beasiswa S2 luar negeri dan mendapat beasiswa S3 hanya menjadi IRT dan mengelola toko online.
Sebagai suami saya merasa rendah bila istri berkata2 seperti itu,apalagi jika menyangkut keuangan.
Meskipun ia mendapat beasiswa,tpi msh juga hrs mengeluarkan biaya yg lmyn banyak untuk kuliah dan riset. Istri lebih condong ke orang tuanya ketimbang dengan saya.
JIKA ANDA SERING KALAH DALAM BERMAIN TOGEL,SILAHKAN HUBUNGI om agus DI NOMOR -085399278797- UNTUK PEROLEHAN ANGKA SGP/HKG 2D 3D ATAU 4D YANG AKURAT TEMBUS DAN TIDAK MENGECEWAKAN ANDA SEKELUARGA. atau klik http://togelmalaysia34.blogspot.com/
BalasHapusadalah kebanggaan seorang wanita.
BalasHapuskembangkan bakat dan prestasi anak anda dengan bergabung di Griya Bakat Super di :
www.bakatsuper.com
mantap , memang benar apayang ditulis disini
BalasHapussudah menjadi tugas dan kewajiban bersama
BalasHapusmantap kakak postingan nya saya sangat suka
BalasHapus