Oleh : Lisa Tjut Ali
Seorang gadis kecil yang sedang
bermain ayunan berlari dan berayun manja ke arah ayahnya yang sedari tadi
memanggilnya untuk pulang, tangan mungilnya melingkari leher sang ayah, sambil
bersandar di pundak kekar sang ayah gadis kecil itu berbisik manja dan menciumi
ayahnya berulang kali. Sepertinya ia sedang mengeluarkan jurus ampuh untuk
merayu sang ayah agar membelikannya boneka. Gadis kecil dan ayahnya itu,
mengingatkan saya pada sosok sang ayah yang selalu menyayangi dan memanjakan
saya dari sejak kecil hingga sekarang. Saya masih ingat waktu saya masih kecil
dulu, saya sangat takut dengan gelap. Saya tidak dapat tidur tanpa cahaya lampu
atau lilin, jika saya tidur lalu tiba-tiba mati lampu, saya spontan akan
menangis. Ayah yang selalu dengan setia akan datang membawakan lilin untuk
menerangi kamar yang gelap. Dulu saat saya kecil, ayah sering membelikan saya
hadiah seperti sepeda, kalung, dan mainan dari hasil tetesan keringatnya, kini
saat saya telah dewasa saya pun ingin sekali memberikannya sebuah hadiah untuk
ayah sambil berucap “ Ini hadiah untuk ayah dari hasil keringat saya sendiri”
Ayah saya bukanlah seorang Prof
ataupun gubernur, ayah hanya seorang pegawai negeri biasa tamatan SMA. Kerjanya
setiap hari hanya sebagai sopir resmi Ibu gubernur Aceh. Bertahun-tahun beliau
berkerja mengantar jemput istri orang nomor satu di Aceh, entah berapa banyak
para pejabat, anak pejabat bahkan istri pejabat yang telah ayah antar jemput.
Meski ayah hanya seorang sopir, namun ayah selalu punya cita-cita tinggi ingin
menyekolahkan kami setinggi-tingginya. Ayah ingin kami menjadi orang sukses,
terpandang di masyarakat, berhasil, seperti orang-orang yang pernah diantar
jemputnya.
Ayah bukanlah seorang yang mudah
mengungkap kata-kata sayang, tapi saya tahu ayah sangat cinta dengan kami
sekeluarga, saya dapat melihat kasih sayang itu dari setiap cucuran keringat
yang menetes saat beliau lelah bekerja. Saya masih ingat saat saya sekolah
dulu, waktu itu ayah telah berjanji akan memberi saya uang untuk sekolah, tapi
karena ayah terlalu terburu-buru bekerja, ayah terlupa meninggalkan uang pada
ibu, akhirnya saya menyusul ayah ke tempat kerja, di sana saya lihat ayah
sedang membersihkan mobil-mobil, baju putihnya basah bercampur air dan
keringat. Saya mengintipnya dari balik pagar kokoh, berulang kali ayah mengusap
mukanya yang berkeringat. Saat itu saya yang menatapnya dari jauh ingin rasanya
berlari kencang ke arahnya untuk memeluk dan menciumi pipinya berulang kali
sambil mengatakan “ Saya sayang ayah, suatu saat nanti saya ingin membahagiakan
ayah”. Namun saya juga sama seperti ayah, tidak mudah meluapkan isi hati, tapi
saya sayang ayah. Saat itu saya mengurungkan niat meminta uang pada ayah. Saya
terus ke sekolah sambil mengusap air mata dan berjanji pada diri ingin belajar
setingginya agar dapat buat ayah bangga. Kini Saya telah besar. Saya yang dulu
merenggek untuk sebuah boneka sedang berlari mengejar cita-cita. Namun yang paling berarti dalam hidup saya hanya doa ayah dan ibu.
Ayah,
saya juga masih ingat, saat kita sekeluarga sedang duduk di teras, saat itu
ayah menanyakkan apa yang menjadi cita-cita kami, saya yang ketika itu masih
kecil, belum mengerti apa itu cita-cita, dengan polos saya katakan pada ayah
bahwa saya suka mobil BMW. Ayah terkejut mendengar jawaban saya, kakak-kakak saya
pun tertawa mendengarnya, mereka pun mengoda saya ” Kalau suka BMW naik saja
yang terpakir di halaman Mesjid Raya Baiturrahman alias Becak MeWah”.
Memang waktu itu di halaman mesjid raya banyak terpakir becak-becak, namun yang
saya maksudkan bukanlah becak, saya memang sangat suka mobil BMW, saya begitu
terkesan ketika melihat salah satu mobil pejabat yang terpakir depan pendopo
gubernur. Mendengar cita-cita saya tersebut, ayah hanya tersenyum sambil
berkata bahwa suatu saat nanti saya pasti dapat melihat mobil BMW lagi, bukan
hanya satu BMW yang akan saya lihat, tapi saya akan selalu melihat puluhan BMW
setiap hari. Saya tahu perkataan ayah saat itu sekedar menghibur hati saya,
mana lah mungkin saya bisa melihat puluhan mobil BMW, karena saat itu BMW
adalah mobil yang sangat mewah, di Aceh saja paling hanya satu orang yang punya
BMW. Kini siapa sangka, ucapan seorang ayah yang tulus, telah menjadi doa untuk
putri kecilnya saat itu, seperti mimpi saya bisa menetap di Jerman, negara
gudangnya BMW. Setiap hari jika saya berdiri di depan jendela kamar, akan
terlihat puluhan mobil BMW terparkir, memang mobil itu bukan milik saya,
namun setidaknya ucapan seorang ayah saat itu bukan sekedar hiburan, tapi
benar-benar sebuah doa, kini ingin sekali saya menelpon ayah untuk mengatakan
bahwa setiap hari saya dapat melihat BMW milik jiran-jiran, saya yakin ayah
pasti akan menjawab ”Suatu ketika nanti kamu pasti mampu membelinya Nak dengan
hasil keringatmu sendiri”. Terima kasih ayah untuk setiap doa mu. Inilah cerita
saya tentang ayah, bukan saja ibu yang punya cinta untuk anak-anaknya. Seorang
ayah juga mempunyai cinta yang besar pada anak-anaknya, hanya saja seorang ayah
tidak mudah mengungkapkan perasaan.
(* Catatan dan renungan
(* Catatan dan renungan
termasuk saat ingin difoto sendirian seharian penuh (berkerut kening)...akkakakk
BalasHapusjangan lupa katakan itu ke AYAH saat pulang nanti woke ;)
Genau, jahat ya main buka rahasia, tapi itu dengan mamak lah bukan dengan ayah
Hapussaya baru kehilangan ayah mbak, makasih untuk post ini, saya juga berjanji untuk belajar setinggi-tingginya untuk beliau :)
BalasHapusyang sabar ya melissa, capai lah cita-cita setinggi-tingginya dan wujudkan impian dan nasehat ayah, sehingga beliau disana dapat tersenyum bangga melihat putri kesayangannya masih menjadi sosok putri yang menjaga amanahnya.
Hapus